HIMA PERSIS PK STAI PERSIS

HIMA PERSIS PK STAI PERSIS BANDUNG

 

A. Letak geografis jazirah arab  .

 

       Menurut bahasa, Arab artinya padang pasir, tanah gundul dan gersang yang tiada air dan tanamannya. Jazirah arab dibatasi laut merah dan gurun Sinai di sebelah barat, di sebelah timur dibatasi teluk arab dan sebagian besar negara iraq bagian selatan, di sebelah selatan dibatasi laut arab yang bersambung dengan lautan India, di sebelah utara dibatasi negeri syam dan sebagian kecil dari Negara iraq. Luasnya membentang antara satu juta mil kali satu juta tiga ratus ribu mil.

 

       Jazirah arab memiliki peranan yang sangat besar karena letak geografisnya. Sedangkan dilihat dari kon disi internalnya, jazirah Arab hanya dikelilingi gurun dan pasir di segala sudutnya. Karena kondisi seperti inilah yang membuat jazirah arab seperti benteng pertahanan yang kokoh, yang tidak memperkenankan bangsa asing  untuk menjajah, mencaplok dan menguasai bangsa arab. Oleh karena itu kita bisa melihat penduduk jazirah arab yang hidup merdeka dan bebas dalam segala urisan semenjak zaman dahulu. Sekalipun begitu mereka tetap hidup berdampingan dengan dua imperium yang besar saat itu, yang serangannya tak mungkin bisa dihadang andaikan tidak ada benteng pertahanan yang kokoh saat itu.

 

       Sedangkan hubungannya dengan dunia luar, jazirah arab terletak di benua yang sudah dikenal semenjak dahulu kala, yang mempertautkan daratan dan lautan. Sebelah barat laut merupakan pintu masuk ke benua afrika, sebelah timur laut merupakan kunci untuk masuk ke benua eropa dan sebelah timur merupakan pintu masuk bagi bangsa-bangsa non-Arab, timur tengah dan timur dekat, terus membentang ke India dan cina. Setiap benua mempertemukan lautnya dengan jazirah arab dan setiap kapal laut yang berlayar tentu akan bersandar di ujungnya.

 

       Karena letak geografisnya seperti itu pula, sebelah utara dan selatan dari jazirah arab menjadi tempat berlabuh berbagai bangsa untuk saling tukar-menukar perniagaan, peradaban, agama dan seni.

       

       Ditilik dari silsilah keturunan dan cikal-bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum bangsa arab menjadi 3 bagian, yaitu: Arab Ba’idah, Arab aribah, Arab Musta’ribah.

 

       Arab Aribah berkembang menjadi beberapa kabilah dan suku, yang terkenal adalah 2 kabilah yaitu kabilah himyar dan kahlan.Adnaniyun  (Keturunan  ismail ibn Ibrahim). Pada mulanya wilayah utara diduduki golongan ‘Adnaniyun, dan wilayah selatan didiami golongan Qahthaniyun.Akan tetapi, lama kelamaan kedua golongan itu membaur karena perpindahan –perpindahan dari utara ke selatan atau sebaliknya.

 

 

 

     Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (tribe) dan dipimpin oleh seorang syaikh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, kesetiaan atau solidaritas bagi suatu kabilah / suku. Mereka suka berperang. Karena itu peperangan antar suku sering sekali terjadi. Sikap ini tampaknya telah menjadi tabi’at yang mendarah daging dalam diri orang arab.

        

 

     Masyarakat arab penghuni semenanjung Arabia terdiri dari 2 golongan, yaitu golongan Sifat masyarakat Badui arab dapat diketahui, antara lain, bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar menghadapi kekerasan alam, dan dikenal sebagai masyarakat yang cinta kebebasan.

badawi yang hidup tidak menetap dan golongan hadhar, yang hidup menetap di kota-kota

 

     Kaum badawi meremehkan industri kerajinan tangan, pertanian, perdagangan, dan dan pedusunan. Golongan tersebut pertama adalah mayoritas. pelayaran. Mereka menggantungkan penghidupannya pada hasil ternak. Cara lain yang ditempuh untuk memperoleh penghidupan ialah merampas atau menyerang kabilah lain yang dipandangnya sebagai musuh.

 

     Anggota-anggota kabilah badawi sangat kuat rasa kesetiakawanannya. Satu sama lain saling membantu dan membela, tidak pandang apakah orang yang dibelanya itu salah atau benar. Orang yang lemah berada di bawah lindungan yang kuat dan yang satu dipandang sebagai kekuatan bagi yang lain. 

 
B. Sistem Pemerintahan

 

       Para penguasa jazirah tatkala terbitnya matahari islam, bisa dibagi menjadi 2 bagian:

 

1.   Raja-raja yang mempunyai mahkota, tetapi pada hakikatnya mereka tidak bisa merdeka dan berdiri sendiri.

 

2.  Para pemimpin dan pemuka kabilah atau suku, yang memiliki kekuasaan dan layaknya seorang raja yang mengenakan mahkota. hak-hak istimewa seperti kekuasaan para raja. Mayoritas di antara mereka memiliki kebebasan tersendiri. Sebagian diantara mereka mempumyai subordinasi.

 

      Raja-raja yang memiliki mahkota adalah raja-raja yaman, Ghassan, dan hirrah. Sedangkan penguasa-penguasa lain di jazirah arab tidak memiliki mahkota.

 

I. Raja-raja di Yaman

 

       Suku terdahulu yang dikenal di Yaman dari kalangan arab Aribah adalah kaum saba’. Mereka bisa diketahui lewat penemuan fosil Aur, yang hidup 20 abad sebelum masehi (SM) . Puncak peradaban dan pengaruh kekuasaan mereka dimulai pada 11 tahun SM.

 

       Perkembangan mereka bisa dibagi menurut tahapan-tahapan berikut ini:

 

1.  Abad-abad sebelum tahun 650 SM. Raja-raja mereka saat itu bergelar “Makrib Saba”, dengan ibukotanya Sharawah. Puing-puing peninggalan mereka dapat di temui dengan prjalanan sehari ke arah brat dari negeri Ma’rib, yang dikenal dengan istilah Kharibah. Pada zaman merekalah dimulainya pembangunan bendungan, yang dikenal dengan nama bendungan Ma’rib, yang sangat terkenal dalam sejarah yaman.

 

2.  Sejak tahun 650 SM. Hingga tahun 110 SM. Pada masa-masa itu mereka menanggalkan gelar “Makrib”, hanya dikenal dengan raja-raja saba’. Mereka menjadikan Ma’rib sebagai ibukota, sebagai ganti dari Sharawah. Puing-puing kota ini dapat ditemui sejauh 60 Mil dari Shan’a’ ke arah timur.   


3.  Sejak tahun 115 SM. Hingga tahun 300 SM. Pada masa-masa itu kabilah Himyar dapat mengalahkan kerajaan Saba’. Dan menjadikan Raidan sebagai ibukotanya, sebagai penggganti dari Ma’rib. Kemudian Raidan diganti menjadi Dhaffar. Puing-puing peninggalannya dapat ditemukan di sebuah bukit  di dekat yarim. Pada masa itulah mereka mulai jatuh dan runtuh.

 

4.  Sejak tahun 300 M. Hingga masuknya Islam ke Yaman. Pada masa itu sering terjadi kekacauan, keributan, revolusi, peperangan antar suku, yang justru membuat mereka sendiri menjadi mangsa bangsa lain. Pada masa tersebut bangsa Romawi masuk ke And. Atas bantuan bangsa Romawi pula orang Habasyah dapat merebut Yaman. Yang justru disibukkan persaingan antara kabilah Hamdan dan kabilah Himyar. Penjajahan berlangsung hingga tahun 378 M. Kemudian Yaman dapat merebut kemerdekaannya lagi. Tapi kemudian bendungan Ma’rib pun jebol sehingga menimbulkan banjir besar, lalu disusul satu kejadian besar yg mengakibatkan ambruknya peradaban mereka serta membuat mereka menjadi terpecah belah.

 

 

II.  Raja-raja di Hirah.

 

       Bangsa Persia bisa menguasai Iraq dan wilayah-wilayah sekitar-nya, setelah Cyrus Yang Agung(557-529 SM.) dapat mempersatukan bangsa Persia, sehingga tak seorang pun berani menyerangnya, hingga muncul Alexander dari Macedonia pada tahun 326 SM. Yang mana ia mampu mengalahkan raja-raja mereka dan menghancurkan persatuan mereka. Akibatnya, negeri mereka terpecah belah dan muncul raja-raja baru, yang disebut dengan raja-raja Thawa’if. Raja-raja thawa’if ini berkuasa atas wilayah-wilayahnya sendiri secara terpecah hingga tahun 230 SM. Pada era kekuasaan raja-raja Thawa’if ini orang-orang Qahthan berpindah dan menguasai daerah subur di iraq. Kemudian mereka bergabung dengan keturunan adnan yang juga berhijrah, dan mereka bersama-sama menguasai sebagian dari jazirah Eufrat.

 

 

III.   Raja-raja di Syam         

            

              Pada masa Bangsa Arab banyak diwarnai perpindahan berbagai kabilah, maka suku-suku Qudha’ah juga ikut berpindah ke berbagai daerah di pinggiran Syam dan mereka menetap di sana. Mereka adalah Bani Sulaih bin halwan, di antara mereka adalah Bani Dhaj’am bin sulaih, yang dikenal dengan sebutan Dhaja’amah.

 

 

              Mereka dipergunakan Bangsa Romawi sebagai tameng untuk menghadapi gangguan orang-orang Arab sekaligus benteng pertahanan untuk Bangsa Persi. Bangsa Romawi mengangkat seorang raja dari suku ini, yang berlangsung hingga beberapa tahun. Raja mereka yang terkenal ialah Ziyad bin habulah. Kekuasaan mereka bertahan sejak awal abad kedua Masehi hingga akhir abad itu. Kekuasaan mereka berakhir setelah kedatangan suku Ghassan, yang mengalahkan Dhaja’amah. Bangsa Romawi mengangkat mereka sebagai raja bagi semua bangsa arab di syam. Ibukotanya adalah Dumatul-Jandal. Suku Ghassan ini terus berkuasa sebagai kaki tangan imperium Romawi, hingga meletus Perang Yarmuk pada tahun 13 H. Raja mereka yang terakhir , Jabalah bin Al-Aiham pada masa amirul mukminin Umar bin Al-khattab.

 

 

IV.  Imarah di Hijaz

 

       Bani Adnan berpencar ke Yaman pada saat perang Bukhtanashar II (tahun 587 SM.) lalu pergi bersama Ma’ad ke Syam. Setelah tekanan Bukhtanashar mulai mengendor, maka Ma’ad kembali ke Makkah, namun dia tidak mendapat seorang pun dari Bani Jurhum kecuali Jursyum bin Jalhamah. Lalu dia menikahi putrinya, Mu’anah dan melahirkan Nizar.

     

      Setelah itu keadaan Bani Jurhum mulai suram di makkah dan posisi mereka semakin terjepit. Seringkali mereka berbuat semena-mena terhadap para utusan yang datang ke sana dan menghalalkan harta di ka’bah. Hal ini membuat murka orang-orang bani adnan. Tatkala bani khuza’ah tiba di Marr Dzahran dan bertemu orang-orang bani adnan dari Jurhum, serta atas bantuan suku-suku adnan yang lain, mereka menyerang Jurhum hingga dapat diusir dari makkah.

 

 

C. Kondisi politik   

 

       Sejak zaman dahulu bangsa arab telah mempunyai hubungan dengan bangsa-bangsa lain yang berdekatan, sekalipun hubungan-hubungan itu tidak seberapa kuat dibanding dengan hubungan antara bangsa-bangsa yang telah maju pada zaman itu.

 

       Hubungan antara bangsa arab dan bangsa-bangsa lain terjadi melalui berbagai jalan, yang terpenting ialah jalan perdagangan. Sejak zaman dahulu Semenanjung arabia merupakan lalulintas perdagangan yang sangat penting antara negeri-negeri di timur dan barat.

 

       Sudah barang tentu dari hubungan-hubungan dagang yang menguntungkan itu mereka sedikit banyak menyerap kebudayaan serta peradaban Rumawi dan Persia.

 

       Jalan lain lagi yang menghubungkan bangsa arab dengan bangsa-bangsa Persia dan Rumawi ialah adanya dua kesultanan yang terletak di daerah-daerah perbatasan, yaitu kesultanan Hirah di perbatasan Persia dan kesultanan bani Ghassan di perbatasan Syam.

 

       Kesultanan Hirah puncak kejayaannya pada zaman Sultan Al- Mundzir III tahun 522 M. Setelah Sultan Al- Mundzir V mangkat (tahun 602 M) kerajaan Persia menghapus kesultanan Hirah, dan menempatkan wilayah itu di bawah kekuasaan seorang bangsawan Persia. Keadaan seperti itu berlangsung hingga daerah tersebut jatuh di tangan Khalid bin Al-Walid sesudah islam.

 

       Lain halnya dengan kesultanan Bani Ghassan, kesultanan yang terletak di daerah perbatasan Syam itu (dekat Hauran atau Balqa) tidak seberapa besar. Tidak terdapat informasi yang jelas dan pasti mengenai pusat pemerintahan kesultanan tersebut. Dari pusaka kesusasteraan yang ada diketahui bahwa  sebagian dari para penya’ir kuno mengatakan, ibukota kesultanan mereka ialah Golan atau Galia, kadang-kadang ada yang menyebut Jilq- dekat Damsyiq-sebagai ibukota kesultanan Bani Ghassan.

 

       Orang-orang Bani Ghassan berasal dari keturunan kabilah Azd, termasuk di dalam kabilah kahlan bin Qahthan di Yaman. Umumnya sejarah kehidupan mereka tidak jelas dan kabur dalam sejarah bangsa Arab secara keseluruhan.



D. Agama-agama yang dianut Bangsa Arab Pra islam

 

I. Agama Nasrani

 

        Agama Nasrani sejak awal pertumbuhannya telah mengalami ujian berat; para pemeluknya yang ekstrem ditafsirkan tak memahami agama Nasrani yang dicampur-aduk dengan ajaran paganisme oleh orang-orang Rumawi yang memeluk agama Nasrani.

 

       Najran adalah sebuah kota di daerah Yaman merupakan pusat kegiatan agama nasrani di Semenanjung Arabia. Najran merupkan daerah yang subur dan padat penduduknya. Sebagian besar dari mereka hidup bercocok tanam, menenun kain sutera, berdagang barang-barang terbuat dari kulit , membuat senjata dan lain-

lain. Najran terletak dekat lalulintas perniagaan yang membujur ke daerah Hirah.

 

       Kaum Nasrani Najran menganut aliran Yacobian, karena itu mereka lebih erat hubungannya dengan orang-orang Habasyah (Ethiopia) daripada hubungannya dengan orang-orang Rumawi.

 
       Para pendeta Nasrani giat menyebarkan ajaran-ajaran agamanya di kalangan orang-orang Arab hingga terdapat di antaranya yang cenderung kepada sistem kerahiban. Misalnya, Handzalah bin At-Tha’iy, Qus bin Sa’idah, ‘Adiy bin Zaid.

 

 

2. Agama Yahudi

 

      Beberapa abad sebelum islam agma Yahudi sudah tersebar di Semenanjung Arabia hingga terbentuklah koloni-koloni Yahudi di beberapa tempat. Yang paling terkenal ialah Yatsrib, yang berubah namanya menjadi Madinah.

      

       Para pemeluk agama Yahudi di Semenanjung Arabia terdiri dari 2 golongan, yaitu orang-orang Yahudi pendatang dari negeri lain dan orng-orang Arab sendiri yang memeluk agama Yahudi. Yaqut di dalam “Mu’jam”-nya menyebut, para pemeluk agama Yahudi di Yatsrib adalah orang-orang Arab.                                                                                                                              

 

       Di Yatsrib terdapat 3 suku Yahudi, yaitu Bani Nadhir, Bani Qainuqa’ dan Bani Quraidhah.

 

       Di Semenanjung Arabia orang-orang Yahudi terkenal dengan kemahirannya bercocok tanam. Mereka terkenal pula dengan kemahirannya membuat barang-barang logam. Mereka mahir dalam pekerjaan pandai besi dan membuat berbagai jenis senjata.

 

       Orang-orang Yahudi giat sekali menyebarkan agama mereka di daerah selatan Arabia hingga banyak kabilah-kabilah Arab yang memeluk agama tersebut. Di antara mereka yang paling terkenal ialah Dzu Nuwas.

 

       Bahasa Yahudi banyak pengaruhnya terhadap bahasa Arab. Orang-orang Yahudi memasukkan banyak kata-kata dan peristilahan-peristilahan agama yang belum dikenal orang-orang Arab. Misalnya, kata-kata “Jahannam”,  “syaitan”, dan lain-lain.

 

 

3. Pemujaan berhala di negeri arab dan asal mulanya  

 

       Orang-orang Qureisy sejak dahulu kala tetap berpegang teguh pada agama yang diajarkan oleh Nabi Ibrahin a.s. dan puteranya, Nabi Isma’il a.s. yaitu agama tauhid. Mereka bersembah sujud hanya kepada Allah. Keadaan seperti itu berlangsung selama berabad-abad hingga saat munculnya seorang Arab bernama ‘Amr bin Luhaiy Al-khuza’iy. Dialah orang arab pertama yang tidak memeluk agama tauhid. Dia jugalah orang Arab pertama yang memancangkan berhala-berhala dan menyuruh orang lain menyembahnya.

 

       Mengenai hal itu Ibnu Hisyam di dalam “Sirah”nya mengatakan sebagai berikut:

 

       “Pada suatu hari ‘Amr bin Luhaiy meninggalkan Makkah pergi ke Syam untuk suatu urusan. Setibanya di Ma’ab (daerah Balqa) ia melihat penduduk setempat sedang menyembah berhala. Ia bertanya : “patung apakah yang kalian sembah itu ? Mereka menjawab : ‘Patung berhala yang kami sembah inilah yang kami mintai hujan dan ia menurunkan hujan. Jika kami minta pertolongan kepadanya dia memberi pertolongan kepada kami !’ ‘ Amr bertanya lagi : ‘Apakah kalian bersedia memberi kami sebuah berhala untuk kami bawa pulang ke Makkah dan disembah orang banyak ?’ Mereka lalu memberinya sebuah berhala yang dipancangkan, kemudian ia menyuruh orang lain mengagung-agungkan dan menyembahnya.

 

 

4. Agama Majusi

 

       Orang-orang Majusi sejak dahulu kala dikenal sebagai kaum yang menyembah unsure-unsur alamiah, yang paling dianggap besar dan mulia ialah api, sehingga mereka menekuni peribadatan menyembah dan mengagung-agungkan api. Mereka membangun tempat-tempat peribadatan dan kelenting-kelenting di berbagi daerah tempat permukiman. Mereka mempunyai cara hidup dan aturan-aturan tersendiri yang rumit. Akan tetapi kemudian kepercayaan dan aturan-aturan keagamaan  mereka semakin lemah dan merosot tidak ada lagi yang tinggal selain menyembah api dan matahari. Pada akhirnya agama mereka berubah sifatnya menjadi upacara-upacara tradisional yang dilakukan ditempat-tempat peribadatan tertentu. Di luar tempat-tempat ibadat mereka bebas melakukan apa saja menurut sesuka hatinya. Dengan demikian mereka tidak ada bedanya dengan orang yang tidak beragama, baik dari segi tingkah laku, perbuatan dan moral.

 

 

E. Kondisi Sosial Masyarakat Arab Pra Islam.     

 

       Dalam masyarakat Arab pra  Islam terdapat beberapa kelas masyarakat, yang kondisinya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Hubungan seseorang dengan keluarga di kalangan Bangsawan sangat diunggulkan dan diprioritaskan, dihormati dan dijaga sekalipun dengan pedang terhunus dan darah yg tertumpah.

 

       Sedangkan kelas masyarakat lainnya beraneka ragam dan mempunyai kebebasan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Menurut Hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, bahwa pernikahan masa itu ada 4 macam :  


       

1. Pernikahan secara spontan, dalam arti laki-laki dapat langsung menikahi perempuan dengan cara mengajukan lamaran kepada wali wanita.

 

2.   Seorang laki-laki dapat langsung berkata pada istrinya yg baru suci dari haid untuk menemui laki-laki lain, hingga hamil dan mendapatkan anak. Dengan kata lain nikah seperti ini dinamakan Nikah istibdha.

 

3.  Pernikahan Poliandri, yaitu seorang perempuan dikumpuli oleh beberapa orang laki-laki yang jumlahnya tidak lebih dari 10 orang.

 

4.   Seorang laki-laki boleh mendatangi wanita yang dikehendakinya, disebut juga wanita pelacur. Biasanya mereka mereka memasang bendera putih di depan pintunya, sebagai tanda bagi laki-laki yang ingin mengumpulinya. Jika perempuan tsb melahirkan dia bisa mengundang laki-laki yang pernah mengumpulinya, setelah diadakan undian dan yang mendapatkan undian maka dia bisa mengambil anak itu sebagai anaknya.

 

       Laki-laki dan wanita bisa saling berhimpun dalam berbagai medan  peperangan, yang disulut tajamnya mata pedang dan anak panah. Pihak yang menang dalam peperangan antar kabilah bisa menawan para wanita pihak yang kalah, lalu menghalalkannya menurut kemauannya. Namun anak-anak mereka akan mendapatkan kehinaan selama hayatnya.

 

       Di antara kebiasaan yang sudah dikenal akrab pada masa jahiliyyah ialah poligami tanpa batas. Perzinahan mewarnai setiap lapisan masyarakat, tidak hanya terjadi di lapisan tertentu atau golongan tertentu, kecuali hanya sebagian kecil dari kaum laki-laki dan wanita yang memang masih memiliki keagungan jiwa. Mereka tidak mau menerjunkan diri ke dalam kehinaan ini.

 

       Ada pula di antara mereka yang mengubur hidup-hidup anak putrinya, karena takut aib dan karena kemunafikan, atau membunuh anak laki-laki karena takut miskin dan lapar. Masalah ini telah dissebutkan di dalam Al-Qur’an,

      

       “Dan, janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepada kalian dan kepada mereka. “ ( Al-An-am: 152).

                                                                                                                                                                                    

       Juga disebutkan di tempat lain dalam Al-Qur’an, dalam surat An-Nahl:58-59, Al-Isra’: 31, dan At-Takwir:8.

 

       Tapi hal ini tidak dianggap sebagai kebiasaan yang memasyarakat. Sebab sebagaimana pun juga mereka masih membutuhkan anak laki-laki, untuk membentengi diri dari serangan musuh.        

        Sedangkan pergaulan seorang laki-laki dengan saudaranya, anak saudaranya dan kerabatnya sangat rapat dan dekat. Mereka hidup untuk fanatisme kabilah dan mati pun rela karenanya. Landasan aturan sosial adalah fanatisme rasial dan marga.

 

       Secara garis besarnya, kondisi sosial mereka bisa dikatakan lemah dan buta, kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan, khurafat tidak bisa dilepaskan, manusia hidup layaknya binatang, wanita diperjualbelikan dan kadang-kadang diperlakukan layaknya benda mati. Hubungan di tengah umat sangat rapuh dan gudang-gudang pemegang kekuasaan dipenuhi kekayaan yang berasal dari rakyat, atau sesekali rakyat diperlukan untuk menghadang serangan musuh.

 

 

F. Kondisi Ekonomi  

 

       Kondisi ekonomi bangsa arab sangat mengikuti kondisi sosialnya ini terlihat dari jalan kehidupannya. Perdagangan merupakan sarana yang paling dominan untuk memenuhi kehidupannya. Jalur-jalur perdagangannya tidak bisa dikuasai begitu saja kecuali jika sanggup memegang kendali keamanan dan perdamaian. Pasar-pasar yang terkenal, seperti Ukazh, Dzil- Majaz, dll. Pasar-pasar ini dibuka pada saat bulan-bulan suci dimana kondisinya aman.

 

       Bangsa Arab tidak mengenal perindustrian atau kerajinan, adapun hasil industri diperoleh dari rakyat Yaman, Hirah, dan pinggiran Syam. Meski begitu ada sebagian kecil yang mengenal pertanian dan penggembalaan hewan ternak. Tapi ada juga sebagian kecil yang mengenal pemintalan. Kemiskinan, kelaparan, dan orang- orang yang telanjang adalah pemandangan yang biasa, karena kekayaan yang ada di sana mengundang pecahnya peperangan.

 

 

G. Akhlak     

 

       Di antara akhlak yang dimiliki masyarakat arab pra islam antara lain :

 

1.  Kedermawanan, sifat ini adalah akhlak  yang menonjol dalam keseharian mereka, setiap orang saling berlomba dan membanggakan diri dalam masalah kedermawanan dan kemurahan hati.

 

2.  Memenuhi janji, di mata mereka janji sama dengan hutang yang harus dibayar. Bahkan mereka lebih suka membunuh anaknya sendiri dan membakar rumahnya sendiri daripada meremehkan janji.

      

 

3. Kemuliaan jiwa dan keengganan menerima kehinaan, kebiasaan mereka bersikap berlebih-lebihan dalam masalah keberanian, sangat pecemburu dan cepat naik darah.

 

4.  Pantang mundur, dalam arti kebiasaan mereka jika menginginkan sesuatu yang disana ada kemuliaan, maka tak ada yang boleh menghalanginya.

 

5.   Kelemahlembutan dan suka menolong orang lain.

 

6.  Kesederhanaan pola kehidupan badui, mereka tidak mau dilumuri warna-warni peradaban dan gemerlapnya. Hasilnya adalah kejujuran, dapat dipercaya, meninggalkan dusta dan pengkhianatan.

 

       Di samping letak yang geografis dari jazirah arab, serta adanya akhlak-akhlak  yang sangat berharga ini merupakan sebab mengapa mereka dipilih untuk mengemban risalah yang menyeluruh. Meskipun sebagiannya bisa menjurus kepada kejahatan, tapi jika mendapat sentuhan kebaikan pasti akan mendatangkan manfaat bagi kehidupan masyarakat keseluruhan. Dan ini adalah tugas Islam.

 

       Mungkin sifat yang bisa diteladani adalah sifat dari pemenuhan janji, kemuliaan jiwa dan semangat pantang mundur. Sebab kejahatan dan kerusakan tidak bisa disingkirkan kecuali dengan kekuatan. Demikian kondisi akhlak masyarakat arab pra Islam, meski tidak panjang lebar kiranya perlu pembahasan yang lebih mendetail.

 

  

              

11/26/2011 11:48:50 pm

syukron yaa,, artikelnya ngebantuu banget untuk mata kuliah saya.

Reply



Leave a Reply.


HIMPUNAN MAHASISWA (HIMA) PERSIS PK STAI PERSIS BANDUNG